Point Penting Dalam Film Yo Wes Ben Yang Patut Di Contoh

Kamu yang sudah bukan anak SMA lagi, harus memposisikan diri jadi anak SMA dulu kalau mau nonton film yang satu ini. Yowis Ben, karya seorang YouTuber asal Kota Malang, Bayu Skak ini memang dikemas dalam nuansa kisah cinta remaja. Beda dengan Dilan yang mengangkat romantisme era 90-an, film ini benar-benar ada di zaman YouTube lebih digandrungi daripada televisi.

Istimewanya film arahan Fajar Nugros ini, 90% dialognya menggunakan Bahasa Jawa, terutama bagian timur. Kamu bakal sering mendengar umpatan 'jan**k' dalam beberapa scene. Bukan hanya saat marah, ungkapan ini memang kerap dipakai di berbagai suasana, yang ditandai dari intonasi pengucapannya. Bahkan saat sedang senang pun, orang Malang sering reflek meneriakkannya.

Kembali ke anjuran untuk memposisikan diri sebagai anak SMA, dalam film ini dikisahkan Bayu (Bayu Skak) adalah seorang siswa SMA Negeri di Kota Malang. Ibunya berjualan pecel, dan setiap pagi dia membawa beberapa bungkus untuk dijual di sekolah. Pesan moral pertama, jangan pernah malu membantu menambah penghasilan dan meringankan beban orang tua, meski kamu masih berusia remaja.

Seperti anak SMA pada umumnya, ada banyak kisah yang terjadi di sekolah. Persahabatan dan munculnya benih-benih cinta juga banyak dimulai dari masa ini, masa remaja yang kata Chrisye adalah masa paling indah. Pun Bayu, yang naksir teman sekolah, ditolak, butuh pengakuan, dan lalu bertemu dengan teman-teman senasib sepenanggungan, yang akhirnya sepakat untuk bikin band.

Ada Doni (Joshua Suherman) yang memang sudah lebih dulu jadi teman Bayu. Punya masalah keluarga, Doni pun setuju bikin band bareng Bayu. Dia ingin membuktikan pada kedua orang tuanya yang selama ini hanya memperhatikan dan mengelu-elukan adiknya, kalau dirinya juga bisa bikin mereka bangga. Jadi juara festival dan menggenggam piala untuk dipamerkan pada ayah dan ibunya, merupakan goal Doni.

Berbekal tujuan yang sama, untuk dipandang dan diperhatikan, dua remaja ini kemudian memasang pengumuman di dinding sekolah. Mereka mencari drummer dan pemain keyboard untuk melengkapi band yang bahkan belum ada namanya itu. Dari sini kemudian mereka dipertemukan dengan Yayan (Tutus Thomson) dan Nando (Brandon Salim) dan akhirnya memutuskan nama band yang mereka dapat secara tidak sengaja, Yowis Ben.

Dari karakter yang berbeda-beda, mereka harus bisa membaur. Doni yang suka main game dan nonton drama Korea, memilih nama band Luvely Boyz, dan tentu saja ditolak teman-temannya. Yayan yang remaja masjid penabuh bedhug, super mahir memainkan drum, siapa sangka kalau minuman favoritnya adalah kuah mie instant dalam kemasan cup. Nando yang paling ganteng, anak pengusaha material bangunan, ingin dipandang bukan karena karyanya, bukan wajahnya. Bayu sendiri, pecel boy, anak penurut yang sayang pada ibunya.

Long story short, Bayu akhirnya berhasil mendapat perhatian dari cewek incarannya. Kisah cinta yang rumit antara Bayu dan Susan (Cut Meyriska) pun jadi drama dalam hubungan pertemanannya dalam Yowis Ben. Dilema memilih, mau melanjutkan hubungan dengan sang pujaan hati, atau rutin latihan dengan teman-teman band-nya. Klasik memang, tapi itulah yang sering terjadi dalam kehidupan para ABG.

Itulah kenapa, seperti yang ditulis di awal tadi, kamu harus memposisikan diri sebagai anak SMA jika ingin menonton film ini. Karena bagi orang-orang dewasa, cerita cinta receh macam yang ada dalam film Yowis Ben ini sering hanya diberi nilai setara kisah cinta tak masuk akal ala film televisi. Padahal banyak poin positif yang bisa kamu dapat dalam film ini.

1. Sukses Membawa Bahasa Ibu Masuk Layar Lebar

Sejak pertama membuat konten video di YouTube, nama Bayu Skak memang sudah lekat dengan Bahasa Jawa yang kental, walau tak jarang juga dia memakai Bahasa Inggris dalam beberapa karyanya. Logat yang tidak dibuat-buat, umpatan yang terdengar kasar, karya-karya orisinil, semua bisa dilihat di channel YouTube-nya.

Berbekal keyakinan diri, Bayu bersikeras bikin film layar lebar dengan Bahasa Jawa, yang tentu saja tak sedikit mendapat kritik dan celaan. Bayu harus menerima komentar-komentar tidak menyenangkan atas rencananya ini. Namun akhirnya, bersyukur Yowis Ben lolos Lembaga Sensor Film (LSF) dan diterima untuk bisa tayang di bioskop-bioskop tanah air.

Pesannya, berbanggalah dengan bahasa ibumu. Jangan pernah lupa, Indonesia itu Bhineka Tunggal Ika, yang memang punya ragam bahasa dan budaya yang harus dilestarikan. Bahasa persatuan kita memang Indonesia, tapi bahasa ibu juga tak boleh dilupakan. Sayangnya, film ini tidak menggiring muda-mudi untuk tertarik belajar Bahasa Jawa yang halus. Mungkin Bayu bisa bikin konten khusus belajar Bahasa Jawa halus di YouTube. Hehehe...

2. Jadi 'Duta Pariwisata' Kota Malang

Pilihan setting tempat di Kampung Warna-Warni Jodipan Malang tentu saja satu ide yang brilian. Ingat kekuatan film 5 cm yang berhasil membuat lonjakan pengunjung Gunung Semeru? Yowis Ben pun diharapkan bisa menarik wisatawan untuk berkunjung ke sini saat mereka berlibur ke Kota Malang. Banyak sudut yang seru dan pastinya Instagram-able di tempat ini.

Tak hanya itu, film ini juga menghadirkan pusat-pusat wisata lainnya seperti Alun-Alun Kota Malang, hingga Museum Angkut Kota Batu. Meski tidak se-massive scene dalam sekolah dan tempat latihan band, tapi tempat-tempat yang dikunjungi Bayu dalam film ini memang sayang kalau dilewatkan dalam liburan kamu ke Kota Malang.

3. Pesan Penting Buat Para Pelajar

Tidak hanya lagu cinta macam Gak Iso Turu, atau lagu persahabatan seperti Konco Sing Apik dari Bayu Skak With The Band -band aslinya yang membawakan lagu-lagu dalam film Yowis Ben, Bayu juga menghadirkan sebuah karya sarat pesan moral, Ojo Bolos Pelajaran. Lirik lagu ini mengajak para pelajar untuk mengingat kembali bahwa pendidikan adalah bekal untuk masa depan mereka.

Dalam lagu ini, Bayu mengingatkan untuk tidak membolos pelajaran. Lagu yang satu ini bahkan secara khusus diendorse oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan sebagai kampanye agar para siswa tidak bolos sekolah. Lewat film Yowis Ben, diharapkan pesan ini pun bisa sampai pada sasaran yang tepat, mengingat sebagian besar penontonnya memang anak-anak sekolah.

Nah, kira-kira seperti itu poin positif dari film ini. Dikemas menyenangkan, perpaduan antara adegan film dan video musik, film ini berusaha jadi masuk akal, dan berhasil. Jangan dikira hanya berisi huru-hara masa SMA, kamu wajib nonton film ini sebelum turun layar, karena memang karya Bayu Skak bareng Fajar Nugros ini patut diapresiasi. Ndang budhalo nang bioskop saiki, rek!

Artikel Terkait

Next Article
« Prev Post
Previous Article
Next Post »


EmoticonEmoticon